Rabu, 30 Maret 2016

Paper Demografi Teknik “Mortalitas : Faktor Penyebab Kematian Ibu dan Bayi”

PAPER
“Mortalitas : Faktor Penyebab Kematian Ibu dan Bayi”
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Demografi Teknik

Dosen Pengampu :
Dr. Rosalina Kumalawati, M.Si
Description: Description: 300px-Logo_unlam.jpg

Disusun Oleh :
 MUHAMMAD FAJAR    A1A513078

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2015
BAB I
PENDAHULUAN

            Kematian adalah suatu keniscayaan bagi makhluk hidup. Semua orang percaya bahwa pada suatu saat nanti mereka akan meninggal. Tetapi anehnya, kejadian kematian memberi efek yang berbeda-beda pada setiap individu. Reaksi seseorang terhadap kematian sangat dipengaruhi oleh cara terjadinya kematian. Berdasarkan jenisnya, kematian dapat dikategorikan menjadi: (1) kematian alami yang dapat diantisipasi (misal, mengidap kanker, AIDS, atau penyakit berat lainnya), (2) kematian alami yang tidak dapat diantisipasi (misal, serangan jantung, kecelakaan/bencana), (3) kematian “tidak alami” yang disebabkan pembunuhan, atau bunuh diri (Range, Walston,& Pollard, 1992; Silverman, Range, & Overholser, 1994). Sebagian ahli menemukan bukti-bukti bahwa jenis kematian tidak bertalian dengan penyembuhan duka (Campbell, Swank,& Vincent, 1991), tetapi banyak ahli lainnya menyebutkan bahwa jenis kematian mempengaruhi pengalaman atau reaksi duka seseorang (Drenovsky, 1994; Ginzburg et al., 2002; Levy et al., 1994; Silverman et al, 1994)
            Menurut World Health Organization (WHO 2005) dan International Statistical Classification of Diseases-10 (ICD-10) penyebab kematian adalah semua penyakit, kondisi penyakit atau cedera yang berkontribusi terhadap kematian dan penyebab luar kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan cedera.
            Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Ibu dan Angka kematian Bayi. Kondisi derajat kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih memprihatinkan, antara lain ditandai dengan masih tingginya Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 per pada 1000 kelahiran hidu. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDG’s 2000) untuk tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2011).




























BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISIS

2.1 Pembahasan
            Didalam pembahasan ini saya mengambil data dari dua jurnal mengenai Penyebab Kematian Ibu Melahirkan dan Kematian Bayi.

2.1.1 Jurnal pertama berjudul Studi Kematian Ibu dan Kematian Bayi di Provinsi
Sumatera Barat:
·         Fasilitas Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan
            Provinsi Sumatera Barat memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang relatif cukup memadai. Jumlah pusat pelayanan kesehatan di Sumatera Barat mencapai 7.557 yang terdiri dari 20 rumah sakit pemerintah, 28 rumah sakit swasta, 3 rumah sakit TNI/Polri, 226 puskesmas, 828 puskesmas pembantu, dan 6.452 posyandu. Namun, hal ini tidak diikuti dengan ketersediaan sumber daya kesehatan yang memadai terutama tenaga kesehatan di lapangan. Data Dinas Kesehatan Sumatera Barat tahun 2007 menunjukkan jumlah tenaga kesehatan lapangan belum memadai bila dibandingkan sebaran-sebaran desadesa tempat pemukiman penduduk (Lihat Tabel 1).
               

            Wilayah yang demikian luas dan beratnya medan, terutama di daerah-daerah pemekaran merupakan factor yang menyebabkan distribusi petugas kesehatan di lapangan belum tersebar dengan baik.

·         Status Kesehatan Penduduk
            Data Dinas Kesehatan Sumatera Barat memperlihatkan adanya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Sumatera Barat yang dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain AKI, AKB, dan umur harapan hidup (UHH). AKI Sumatera Barat turun dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000 menjadi 240 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. AKB Sumatera Barat juga mengalami penurunan secara signifikan selama 5 tahun terakhir yaitu dari 49,67 per 1.000 kelahiran hidup tahun 2000 menjadi 38 per 1000 kelahiran hidup tahun 2005. Peningkatan ketersediaan fasilitas atau aksesibilitas ke pelayanan kesehatan serta petugas kesehatan merupakan faktor penting penurunan
AKB tersebut. Penurunan AKB yang cukup bermakna juga akan berpengaruh terhadap peningkatan UHH. Data Dinas Kesehatan menunjukkan UHH Sumatera Barat meningkat dari 64,4 tahun (2000) menjadi 68,4 tahun (2005), walaupun angka ini masih dibawah kenaikan UHH provinsi tetangga.

·         Karakteristik Ibu Melahirkan
            Sepanjang tahun 2007 terdapat 75.018 orang ibu yang melahirkan anak hidup. Distribusi ibu melahirkan berdasarkan karakteristik ibu menunjukkan bahwa 81,9% ibu melahirkan berusia antara 20-35 tahun, 60% berpendidikan setingkat SLTP-SLTA, 82% tidak bekerja, 79,8% mempunyai anak < 3 orang, 89,2% melahirkan secara normal, dan 88,3% memilih petugas kesehatan sebagai penolong proses persalinannya.

·         Kematian Ibu
            Sekitar 90.000 kehamilan sepanjang tahun 2007 terdapat 159 kematian ibu, baik dari proses kehamilan, per-salinan maupun nifas sehingga AKI di Sumatera Barat tahun 2007 adalah 211,9 per 100.000 kelahiran hidup. Distribusi AKI menurut kabupaten/kota menunjukkan bahwa dari 19 kabupaten/kota yang ada di Sumatera Barat hanya 3 kabupaten/kota yang telah mencapai sasaran MDGs dan Indonesia Sehat 2010 yaitu kabupaten Tanah Datar, Kota Solok, dan Kota Sawahlunto (AKI < 120 per 100.000 kelahiran hidup). Tiga belas kabupaten/ kota lainnya masih sangat jauh dari target MDGs dan Indonesia Sehat 2010. AKI Sumatera Barat lebih tinggi terjadi pada kelompok ibu yang melahirkan pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun, mempunyai paritas lebih dari 3, dan berpendidikan rendah (SMP/kurang) (Lihat Tabel 2).
            Hasil penelitian juga memperlihatkan AKI lebih tinggi terjadi pada ibu yang cara persalinannya ditolong dengan tindakan (AKI = 862,6 per 100.000 kelahiran hidup) dibandingkan ibu yang persalinannya berlangsung spontan (AKI = 164,5 per 100.000 kelahiran hidup). Tingginya AKI pada kelompok ini disebabkan karena tindakan terhadap ibu umumnya dilakukan setelah melalui perjalanan yang panjang dan sangat melelahkan dari petugas kesehatan atau dukun dengan fasilitas yang kurang memadai. Keputusan merujuk juga tidak diambil dengan segera karena harus melalui proses yang panjang di lingkungan keluarga ibu.

·         Karakteristik Bayi
            Sepanjang tahun 2007, terdapat 75.018 bayi lahir hidup dimana 53,6% diantaranya berjenis kelamin lakilaki dan 47,4% berjenis kelamin perempuan. Bila dilihat dari urutan anak dalam keluarga, 31% bayi merupakan anak pertama; 29,2% anak kedua; 19,7% anak ketiga; dan sisanya anak kelima sampai kedelapan. Rata-rata panjang dan berat bayi yang lahir pada tahun 2007 di Sumatera Barat adalah 48,46 cm (rentang 45-55 cm) dan 3155 gram (rentang 1.400-3.200 gram).
            Distribusi bayi berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua menunjukkan sebagian besar bayi mempunyai bapak yang bekerja sebagai petani (41,1%), ibu yang tidak bekerja (82%) serta berpendidikan SLTP-SLTA (63,5% dan 59,5%). Distribusi bayi berdasarkan cara dan penolong persalinan memperlihatkan sebagian besar bayi lahir secara normal (89,2%) dan ditolong oleh bidan dalam proses kelahirannya (69,4%). Pemilihan penolong persalinan merupakan faktor yang penting bagi pengurangan risiko kematian pada bayi dan ibu.
            Penelitian ini menemukan adanya 2.136 kasus kematian bayi dan 75.018 kelahiran hidup di Sumatera Barat sepanjang tahun 2007 sehingga AKB Sumatera Barat tahun 2007 berkisar 28,4 per 1000 kelahiran hidup. AKB tertinggi terjadi di Kota Solok (47,9 per 1000 kelahiran hidup), sedangkan AKB terendah terjadi di KotaBukittinggi (14,9 per 1000 kelahiran hidup). Distribusi AKB berdasarkan karakteristik ibu menunjukkan AKB lebih tinggi terjadi pada kelompok ibu yang berumur < 20 tahun atau > 35 tahun, berparitas lebih dari 3, berpendidikan rendah (SMP/kurang), dan ditolong oleh tenaga nonkesehatan dalam proses persalinannya (Lihat Tabel 3).


            Penyebab kematian bayi di Sumatera Barat sepanjang tahun 2007 adalah asfiksia (65,3%), kelainan congenital (11,8%), infeksi (8,3%), diare (6,1%), tetanus neonatorum (1,4%), dan lain-lain (7,1%). Berdasarkan distribusi frekuensi umur kematian bayi diketahui bahwa 51,5% kematian bayi terjadi pada saat bayi berumur lebih dari 28 hari, 41,3% saat masa perinatal (< 7 hari), dan 7,2% saat masa neonatal (7-28 hari).

·         Pembahasan
            Banyak faktor yang memberikan kontribusi terhadap kematian maternal diantaranya adalah penolong persalinan, tempat persalinan, ANC yang tidak sesuai dengan ketentuan atau tidak melaksanakan ANC serta faktor pihak ibu (paritas, status kesehatan, status gizi, dan kebersihan diri) merupakan faktor yang penting.
            Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penyebab utama kematian ibu di Sumatera Barat sepanjang tahun 2007 adalah pendarahan (32%), eklampsia (14%), partus lama (12%), infeksi (11%), abortus (14%), penyakit jantung (5%), dan lain-lain (12%). Proporsi kematian ibu karena perdarahan lebih banyak terjadi pada ibu dengan paritas > 3 orang (58,1%) dibandingkan ibu dengan paritas ≤ 3 orang. Kasus kematian ibu akibat perdarahan terjadi pada persalinan yang ditolong oleh dukun (30%). Perdarahan ibu terjadi karena retensi plasenta, anemia berat, partus lama, dan lainnya. Perdarahan postpartum dapat dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat miometrium. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium itu yang disebut dengan atonia uteri yang merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan postpartum.8 Penyebab kematian ibu yang cukup tinggi pada persalinan disamping perdarahan adalah pre-eklampsia (30%). Pre-eklampsia ditandai dengan edema, hipertensi, dan proteinuria. Sedangkan penyebab utama kematian eklampsia adalah edema paru yang disertai dengan gangguan fungsi ginjal dimana filtrasi glomerulus turun sampai 50% dari normal sehingga menyebabkan diuresis dan berlanjut ke oliguri bahkan sampai anuri (gagal ginjal). Pre-eklampsia didapatkan spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air, spasmus pembuluh darah yang hebat hanya dapat dilewati oleh 1 sel darah merah. Bila spasmus ini ditemukan di seluruh tubuh menyebabkan tekanan darah meningkat untuk mengatasi tahanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pada otak dimana resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meningkat terjadi pada eklampsia.
            Penyebab kematian ibu yang lain adalah partus lama. Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam digolongkan partus lama. Permasalahan harus dikenali dan diatasi sebelum batas waktu 24 jam tercapai. Sebagian besar partus lama menunjukkan perpanjangan kala 1, apapun yang menjadi penyebabnya, serviks gagal membuka penuh dalam jangka waktu 14 jam. Sebab utama dari partus lama adalah disproporsi feto pelvik, malpresentasi dan malposisi serta kerja uterus yang tidak efisien, termasuk serviks yang kaku. Disamping itu, primigraviditas dan ketuban pecah dini ketika serviks masih menutup, keras, dan belum mendatar.11,12 Besarnya jumlah kasus kematian ibu di rumah sakit, terutama Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) M. Djamil merupakan hal menarik yang ditemukan dalam penelitian. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu jauhnya jarak antara rumah sakit dengan tempat asal rujukan ibu, keterlambatan dukun atau petugas kesehatan merujuk, keterlambatan pengambilan keputusan oleh keluarga, kelalaian ibu dalam memeriksakan diri saat hamil, faktor petugas rumah sakit (terutama rumah sakit umum daerah) yang belum memiliki science of crisis yang memadai serta masih banyaknya dukun tidak terlatih yang memberikan jasa pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan. Oleh karena itu, untuk mengurangi kematian ibu terdapat beberapa masalah yang perlu ditelusuri dan diperbaiki lebih lanjut yaitu manajemen pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) yang belum bekerja secara efektif, sumber daya kesehatan yang belum memadai, dan perilaku masyarakat terhadap kesehatan yang masih rendah. Proporsi penyebab kematian bayi dengan asfiksia, diare, dan infeksi lebih besar pada ibu dengan paritas ² 3 orang (65,6%; 6,5%; dan 9,3%) dan berpendidikan SMP kebawah (68%; 6,5%; dan 10,1%). Ibu yang mempunyai tingkat pendidikan rendah mempunyai kecenderungan untuk mengalami kematian bayi yang lebih besar. Hal ini terjadi karena keterbatasan pengetahuan ibu dalam merawat bayinya sehingga berisiko tinggi untuk terjadinya diare dan infeksi. Proporsi penyebab kematian bayi dengan kelainan konginetal dan penyebab lain lebih besar pada ibu dengan paritas > 3 orang (12,6% dan 7,7%) dan berpendidikan SMA keatas (12,4% dan 7,8%). Bayi yang dilahirkan dengan kelainan congenital mayor memiliki risiko kematian 34,8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan tidak mengalami kelainan kongenital mayor. Bila dihubungkan penyebab kematian bayi dengan tempat persalinan berlangsung akan ditemukan bahwa 76,9% kematian bayi karena asfiksia terjadi pada persalinan di dukun. Asfiksia neonatorum yaitu suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini sering disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia terjadi pada bayi asfiksia yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstra uterin.13,14 Kematian bayi karena kelainan kongenital sebesar 16,9%. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur tubuh bayi yang timbul sejak kehidupan konsepsi. Kelainan kongenital merupakan penyebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan kongenital, diantaranya kelainan genetik, mekanik, infeksi, obat-obatan, umur ibu, hormonal, radiasi, dan gizi. Kelainan kongenital yang utama adalah kelainan jantung dimana kematian bayi terjadi 80% dalam tahun pertama dan sepertiganya meninggal pada minggu pertama kehidupannya. Penyebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat eksogen yaitu infeksi rubella, obat-obat yang diminum ibu, dan radiasi.13 Kematian bayi karena infeksi mempunyai proporsi yang cukup besar dibandingkan dengan penyebab kematian yang lainnya. Infeksi interanatal lebih sering terjadi dimana mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Interval waktu lebih kurang 12 jam antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi. Pecahnya ketuban mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus lama dan sering sekali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi lain terjadi pada janin pneumonia kongenital, septisemia blenoria, dan oral trush. Kasus ini sering terjadi pada persalinan di rumah ibu, sedangkan proporsi kematian bayi karena penyebab lainnya lebih besar terjadi di rumah sakit.
            Kematian bayi karena diare ditemukan sebesar 13,6%. Kasus ini lebih tinggi pada neonatus dimana penyebab epidemi diare dengan mortalitas yang tinggi disebabkan oleh bakteri Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli tidak dapat menembus mukosa usus tetapi dapat bersarang dalam lumen usus. Bakteri ini melepaskan toksin yang mengakibatkan terjadinya sekresi usus meningkat sehingga terjadi dehidrasi dan asidosis. Keadaan ini banyak ditemui pada persalinan di puskesmas.
            Selain itu, ditemukan juga penyebab kematian bayi 2,4% disebabkan oleh tetanus neonatorum yang disebabkan oleh Clostridium tetani dimana toksinnya dapat menghancurkan sel-sel darah merah, merusak leukosit, dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin neurotropik yang menyebabkan ketegangan dan spasma otot. Komplikasi terutama karena spasma otot pernapasan dan obstruksi saluran pernapasan yang dapat menyebabkan terjadinya asfiksia. Kematian akibat kejadian tetanus neonatorum ini ditemukan 80% pada neonatus.
            Penyakit tetanus neonatorum terjadi dimana spora Clostridium tetani masuk melalui luka tali pusat karena perawatan yang tidak steril, misalnya tali pusat yang dipotong dengan bambu, gunting yang tidak steril atau tali pusat diberi abu, tanah, daun-daunan, dan lain-lain. Perjalanan penyakit lebih cepat dan lebih berat dengan gejala sangat spesifik yaitu bayi tiba-tiba panas, tidak mau menyusu, sianosis, adanya gejala trismus (mulut mencucu), kejang, dan kaku kuduk. Kasus ini banyak terjadi pada persalinan di bidan praktek swasta (BPS).
            Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab kematian balita di Sumatera Barat adalah demam (18,9%), kejang (13,5%), diare (10,8%), dan gizi buruk (5,4%) dimana 38,7% meninggal pada usia 12-23 bulan dan 63,8% pada usia 24-59 bulan. Proporsi kematian balita lebih tinggi pada balita yang mempunyai ibu dengan paritas ² 3 orang (63,8%) dibandingkan ibu dengan paritas > 3 orang (38,7%).






2.1.2 Jurnal ke dua berjudul Faktor Penyebab Kematian Bayi Di Kabupaten Sidoarjo:
·         Pembahasan
1. Faktor Ibu
            Kematian bayi yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo sebagian besar dimiliki oleh ibu yang dapat dikatakan sebagai umur aman dalam kehamilan yaitu antara umur 21-34 tahun dan paritas yang cukup. Pada umur aman untuk kehamilan dengan paritas yang cukup ternyata ada suatu fenomena yang melatarbelakangi kejadian suatu penyakit yang secara tidak langsung mempengaruhi kondisi bayi, salah satunya riwayat kesehatan ibu yang lalu (misalnya alergi, hipertensi, dll) dan riwayat keluarga (misalnya hipertensi, diabetes, riwayat keturunan kembar,dll).
            Selain itu ada faktor yang diluar kondisi ibu saat hamil yang kemungkinan bisa mempengaruhi kondisi bayi, diantaranya beban fisik, konflik keluarga, masalah ekonomi, serta kurangnya perhatian dan kasih sayang dari keluarga. Disatu sisi, banyak bayi yang lahir prematur dan bahkan BBLR.
            Dalam penelitian ditemukan bahwa sebagian besar jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Dengan jarak kelahiran yang kurang dari 2 tahun, kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat dan ada kemungkinan ibu masih menyusui. Adapun hal yang melatarbelakangi mengapa ibu hamil dengan jarak kurang dari 2 tahun, antara lain suami ingin segera mempunyai keturunan lagi dan adanya riwayat abortus. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian di Naragwal, India Utara. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kematian neonatal dan kematian bayi tertinggi terjadi ketika jarak kelahiran kurang dari 1 tahun (Istiarti, 2000).
            Informasi yang berhubungan dengan perawatan kehamilan sangat dibutuhkan oleh semua ibu hamil dan keluarganya. Sebagian besar tingkat pendidikan ibu tamat SMA. Adapun fenomena yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan tingkat pendidikan yaitu anak yang dilahirkan merupakan anak pertama yang dimiliki oleh ibu dengan usia <20 tahun dan usia ideal (21-34 tahun). Meskipun pendidikan cukup tinggi, jika dilihat menurut usia, kemungkinan pengetahuan ibu mengenai kehamilan masih sangat rendah dan tidak cukup waktu untuk mencari pelayanan semaksimal mungkin. Sehingga ibu kurang memperhatikan kondisinya saat hamil.
            Hampir separuh lebih kematian bayi dialami pada masyarakat yang kurang mampu. Dengan demikian kemampuan daya beli dan konsumsi untuk ibu saat hamil kurang terpenuhi. Akan tetapi, saat pemeriksaan antenatal mayoritas memeriksakan kehamilannya pada seorang bidan puskesmas ataupun bidan desa. Karena mereka memenggunakan jampersal. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yandrida (2005) di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2004. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa sebanyak 75,2% dari kematian neonatal terjadi pada keluarga miskin.
            Kebiasaan ibu yang menganggap bahwa kehamilan merupakan hal biasa memiliki riwayat pendidikan yang rendah serta ekonomi yang rendah. Sehingga faktor tersebut secara tidak langsung diduga dapat mempengaruhi kehamilan, proses persalinan dan pasca persalinan.
            Kehamilan ganda atau hamil kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kondisi ibu yang memiliki kehamilan multipel disertai riwayat kesehatan ibu yang lalu, seperti hipertensi dan riwayat keluarga, seperti riwayat keturunan kembar, dapat berisiko terhadap bayi yang dikandungnya. Didapatkan pula pada kehamilan multipel terdapat bayi lahir sungsang dan kelainan kongenital. Disamping itu berat badan satu janin kehamilan kembar rata-rata <2500 gr dan prematur. Hal-hal tersebut diduga dapat menyebabkan kematian pada bayi.
            Kebutuhan nutrisi yang adekuat sangat mutlak dibutuhkan oleh ibu hamil agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dikandungnya dan persiapan fisik ibu untuk menghadapi persalinan dengan aman. Temuan di masyarakat bahwa mereka lebih mementingkan selera dengan mengabaikan makanan yang dikonsumsinya, misalnya kesukaan ibuyang mengkonsumsi es teh, kesukaan mengkonsumsi makanan yang berasa asin. Sehingga asupan nutrisi untuk bayi yang dikandungnya sangat kurang dan dapat berakibat buruk terhadap bayi yang akan dilahirkannya.
            Selain pola makan yang dihubungkan dengan gaya hidup masyarakat sekarang, ternyata ada beberapa gaya hidup lain yang cukup merugikan kesehatan seorang wanita hamil yaitu kebiasaan begadang. Kebiasaan begadang yang dilakukan oleh ibu dapat mengurangi waktu istirahat terhadap ibu dan bayi yang dikandungnya. Kondisi seperti ini tidak baik bagi seorang wanita hamil. Kondisi seperti itu kemungkinan bagi wanita hamil dapat melahirkan bayi yang belum cukup bulan (bayi prematur) serta dapat pula menyebabkan kematian pada bayi akibat berat lahir rendah dan diikuti oleh kondisi bayi yang kurang sehat.
            Menyusui sebaiknya dilakukan setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir) karena daya hisap pada saat itu paling kuat untuk merangsang pengeluaran ASI selanjutnya (Kamila, 2005). Pada kasus kematian bayi hampir semua bayi tidak mendapatkan ASI. Hal tersebut diakibatkan karena ASI yang belum keluar sama sekali saat bayi sudah lahir, ASI yang diproduksi sangat lancar namun bayi tidak sempat diberi ASI, serta bayi mendapatkan campuran susu formula dari pihak rumah sakit.
            Penyebab ASI yang tidak bisa keluar diduga karena bayi lahir prematur sehingga kondisi fisik maupun psikologisnya dapat mempengaruhi pengeluaran ASI, ibu sedang menderita sakit, ibu yang mengalami depresi, cemas sedang ada masalah, mulut bayi yang kecil serta kurang mendapat dukungan dari suami atau keluarganya dalam menyusui bayinya. Sehingga ASI yang diproduksinya kurang lancar atau bahkan tidak bisa keluar sama sekali.
            Pola pengasuhan bayi yang meliputi pemberian ASI dan MP-ASI pada bayi, pada hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI dengan tingkat pendidikan rendah ataupun tinggi hasilnya tidak jauh berbeda. Pada tingkat pendidikan ibu, baik rendah ataupun tinggi, tidak menjamin bahwa pengetahuan ibu tentang pola pengasuhan bayi sudah cukup baik. Disisi lain informasi yang diberikan petugas kesehatan seputar kehamilan, terutama mengenai ASI tidak jelas dan kurang lengkap.
2. Faktor Bayi
            Lebih dari 50% kematian bayi yang telah diidentifikasi, bayi yang meninggal adalah bayi prematur. Kematian bayi yang disebabkan karena kondisi bayi sendiri, ternyata tidak lepas dari kondisi ibu saat hamil sehingga menyebabkan bayi prematur. Mayoritas aktivitas ibu saat hamil adalah bekerja berat dan informasi yang didapat saat pelayanan antenatal tidak jelas dan kurang lengkap. Disisi lain kondisi fisik ibu yang menyertai terjadinya kematian bayi prematur karena ibu mengkonsumsi obat, kandungan lemah, kehamilan ganda, dan nutrisi yang kurang mencukupi. Karakteristik demografi ibu yang menyertainya antara lain umur ibu saat hamil, paritas dan jarak kelahiran yang memang berisiko terhadap kehamilan.
            Kematian bayi yang diduga akibat kelainan kongenital, dapat terlihat bahwa ibu bayi memiliki risiko terhadap kandungannya. Diantaranya bayi lahir prematur dengan kelahiran kembar, bayi yang meninggal memiliki rahang yang sangat kecil sehingga ASI yang diberikan tidak bisa ditelan secara lancar, disamping itu bayi tersebut mendapatkan susu formula dari pihak rumah sakit. Namun hal ini belum bisa dibuktikan pasti apa penyebab dari kelainan kongenital sendiri.
            Dilihat dari riwayat kesehatan ibu, saat akan melahirkan tekanan darah meningkat, serta keadaan jantung bayi mulai melemah, dan kelahiran dilakukan dengan cara seksio sesarea. Dengan demikian, kemungkinan foktor tersebut yang dapat menyebabkan bayi dengan lahir asfiksia dan menyebabkan kematian pada bayi.
3. Pemberi Pelayanan Kesehatan
            Ada kemungkinan bahwa kematian bayi yang ditolong oleh tenaga kesehatan memiliki kendala selama pemeriksaan kehamilan hingga proses persalinan, diantaranya alat medis yang kurang lengkap, jarak jauh pada saat persalinan, dan transportasi kurang/terbatas. Disamping itu terdapat faktor dari ibu maupun keluarga yang dapat mempengaruhi pemilihan penolong persalinan, semisal pengambilan keputusan yang tidak atau kurang tepat saat akan melahirkan serta faktor ekonomi dalam keluarga.
            Pemeriksaan antenatal telah dilakukan oleh ibu sebanyak lebih dari 4 kali. Namun, usia kelahiran masih belum cukup bulan dan dapat menyebabkan kelahiran prematur dengan berbagai faktor yang mendorong kelahiran prematur terjadi. Adapun kelahiran maturus yang menyebabkan kematian pada bayi. Kematian bayi tersebut terjadi karena kelainan kongenital, BBLR, riwayat kehamilan yang memang berisiko misalnya hipertensi saat hamil. Jika dilihat berdasarkan frekuensinya, pemeriksaan kehamilan sudah sesuai dengan teori yang ada.
            Pada setiap kali kunjungan antenatal tersebut, perlu didapatkan informasi yang sangat penting. Dilihat dari hasil penelitian bahwa ibu yang berisiko merasa tidak pernah mendapat informasi yang jelas dan lengkap seputar kehamilan. Kebanyakan ibu yang datang pertama kali ke pelayanan kesehatan hanya untuk mengecek apakah mereka positif hamil atau tidak. Setelah itu tenaga kesehatan hanya menyarankan untuk menjaga kandungannya, makan-makanan yang bergizi. Dari hasil tersebut, informasi yang diberikan masih kurang mendetail. Misalnya tenaga kesehatan memberikan contoh makanan yang bergizi bagi ibu hamil, sehingga ibu hamil tersebut mengetahui jenis makanan apa saja yang seharusnya dimakan dan tidak boleh dimakan.
            Fakta lain dilapangan yaitu banyak ibu yang selalu mengiyakan apa yang dikatakan oleh tenaga kesehatan, namun sebenarnya ibu tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh tenaga kesehatan tersebut dan ibu enggan untuk bertanya kembali; apabila hasil pemeriksaan dirasa sudah cukup bagus/apa saja yang dikatakan tenaga kesehatan bahwa ibu dan anak sehat-sehat saja, maka ibu dengan segera meninggalkan pelayanan kesehatan tersebut; jika ibu tidak menanyakan atau lebih aktif bertanya seputar kehamilan, maka tenaga kesehatan tersebut tidak memberikan informasi apapun.
            Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa meskipun pendidikan ibu hamil tamat SMA/sederajat. Namun ibu tidak cukup pengetahuan tentang kehamilan dan proses persalinan. Disamping itu tidak adanya transportasi, dan juga kurangnya ibu atau keluarga untuk mengakses informasi.
            Hal tersebut dikarenakan pemeriksaan yang dilakukan hanya sebatas pemeriksaan secara umum saat hamil dan kurang memberikan informasi yang penting seputar kehamilan ibu, ibu tidak begitu menghiraukan apa kata petugas kesehatan. Memperhatikan hal tersebut di atas maka hal yang berhubungan dan kejadian kematian bayi adalah pemeriksaan kehamilan, petugas pemeriksa kehamilan, tidak diberikan ASI kepada bayi. Hal lain yang terjadi adalah faktor penyulit persalinan, penyakit yang diderita bayi, maupun perawatan bayi di rumah, kondisi ibu saat hamil. Ini terbukti menurut data yang diperoleh bahwa faktor penyebab kematian sangat beragam seperti melahirkan sungsang, kelainan sejak dalam kandungan, kondisi ibu saat hamil yang menyebabkan bayi prematur, BBLR, dan asfiksia.


2.2 Analisis    
            Mortalitas merupakan salah satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur.
            Menurut WHO, mortalitas adaalah suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian (umumnya, atau karena spesifik) pada suatu populasi, skala besar suatu populasi, per dikali satuan. Mortalitas khusus mengekspresikan pada jumlah satuan kematian per 1000 individu per tahun hingga rata-rata mortalitas sebesar 9,5 berarti pada populasi 100.000 terdapat 950 kematian.
            Data di Indonesia menunjukkan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan juga Angka Kematian Balita (AKB) yaitu 42 per 1.000 kelahiran hidup. Angka yang cukup tinggi ini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya seperti pada kasus Kesadaran Rendah, Angka Kematian Ibu Melahirkan Tinggi dan Kematian Ibu dan Bayi Kurang diperhatikan.

- Analisis Jurnal
1. Jurnal pertama berjudul Studi Kematian Ibu dan Kematian Bayi di Provinsi
Sumatera Barat
            Angka Kematian Ibu (AKI) Sumatera Barat menunjukkan penurunan dari 540 per 100.000 kelahiran hidup (1986) menjadi 310 per 100.000 kelahiran hidup (2002) dan 305 per 100.000 kelahiran hidup (2003). Sekitar 90.000 kehamilan sepanjang tahun 2007 terdapat 159 kematian ibu, baik dari proses kehamilan, persalinan maupun nifas sehingga AKI di Sumatera Barat tahun 2007 adalah 211,9 per 100.000 kelahiran hidup
            Walaupun mengalami penuruan namun masih tergolong tinggi. Angka kematian ibu dan bayi yang tinggi disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung selama masa kehamilan dan melahirkan ibu. Penyebab langsung kematian ibu di Sumatera Barat sepanjang tahun 2007 adalah pendarahan, eklampsia, partus lama, infeksi, abortus, dan lain-lain dan penyebab tidak langsung berhubungan dengan penyakit yang diderita ibu sejak sebelum kehamilan seperti penyakit jantung, kanker dan lain sebagainya.

2.  Jurnal ke dua berjudul Faktor Penyebab Kematian Bayi Di Kabupaten Sidoarjo:
             Berdasarkan data BPS, AKB Jawa Timur tahun 2005-2010 turun dari 36,65 (tahun 2005) menjadi 29,99 per 1.000 kelahiran hidup (tahun 2010). Dari laporan rutin tahun 2010 di Jawa Timur yang terdapat dalam publikasi profil kesehatan Provinsi Jatim (2010), terjadi 5.533 kematian bayi dari 589.482 kelahiran hidup. Kabupaten Sidoarjo merupakan penyumbang terbesar ketiga dalam kematian bayi di Jawa Timur dengan jumlah 249 bayi. Terdapat 3 faktor utama yang menyebabkan tingginya atau besarnya angka kematian bayi di Kabupaten Siduarjo yaitu: 1) Faktor Ibu, 2) Faktor Bayi, dan 3) Faktor Pelayanan Kesehatan

            Dari dua jurnal tersebut selain dari penyebab langsung kematian ibu dan bayi seperti penyakit yang diderita oleh Ibu atau riwayat kesehatan ibu yang lalu (misalnya alergi, hipertensi, dll) dan riwayat keluarga (misalnya hipertensi, diabetes, riwayat keturunan kembar,dll). Serta banyaknya bayi yang lahir prematur dan bahkan BBLR.
Penyebab lainnya yaitu penyebab tidak langsung seperti:
1.      Pendidikan
            Angka Kematian Ibu yang begitu tinggi salah satunya karena tingkat pendidikan para ibu di Indonesia yang masih sangat rendah. Jika kita melihat dari jenjang pendidikan, data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan bahwa mayoritas ibu di Indonesia tidak memiliki ijazah SD, yakni sebesar 33,34 persen. Selanjutnya sebanyak 30,16% ibu hanya memiliki ijazah SD atau sederajat. Dan hanya terdapat 16,78% ibu yang berpendidikan setara SMA. Hanya 7,07% ibu yang berpendidikan perguruan tinggi.
            Penyerapan informasi yang beragam dan berbeda sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seorang ibu. Latar pendendidikan formal serta informal akan sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan para ibu mulai dari segi pikiran, perasaan maupun tindakannya.
            Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi calon ayah dan calon ibu akan mampu merncanakan kehamilan dangan baik sehingga bisa terhindar dari 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20 tahun), terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali).
            Asumsinya Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, maka akan semakin tinggi pula kesadaran mereka terhadap proses pra kehamilan dan pasca kehamilannya, sehingga untuk menjaga agar dirinya sehat dalam masa kehamilan maka ibu tersebut pasti akan melaporkan dan memeriksakan dirinya kepada tenaga medis yang ahli dibidangnya. Dan sebaliknya, jika pendidikan seorang ibu rendah seperti yang banyak terjadi di Indonesia, maka kesehatannya selama masa kehamilan tidak begitu diperhatikan. Oleh sebab itu banyak terjadi kematian pada ibu melahirkan yang disebabkan kesadaran akan kesehatan yang rendah.
2.      Lingkungan
            Lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi KIA. Banyak aspek yang mempengaruhi KIA yang dapat dilihat dalam suatu lingkungan. Dalam hubungannya dengan meningkatnya kasus kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas), lingkungan yang dibahas adalah aspek geografis. Kondisi geografis suatu lingkungan mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan itu sendiri.       Asumsinya kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti sulit terjangkau oleh sarana transportasi tentu saja mengakibatkan sulitnya sarana dan tenaga kesehatan untuk menjangkau daerah tersebut. Imbasnya, kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut akan terbengkalai, masyarakat akan minim dalam sarana kesehatan, dan banyak ibu yang mengalami kesulitan selama masa kehamilan, melahirkan dan juga nifas, sehingga angka kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas) akan terus bertambah besar.
3.      Ekonomi
            Kondisi keuangan yang tidak mencukupi tentu menyulitkan para ibu (hamil, melahirkan dan nifas)  untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh sebab itu, mereka cenderung tidak memeriksakan kesehatan dirinya pra kehamilan hingga pasca kehamilan. Akibatnya, banyak ibu yang meniggal saat melahirkan karena penyakit yang baru diketahui ketika akan melahirkan.
4.      Minimnya Tenaga Medis
            Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
            Asumsinya dengan cukupnya tenaga medis diharapkan persoalan berupa keaslian data dan kasus yang tidak tersentuh dapat dikurangi sehingga dapat mengurangi angka AKI.
5.      Adat Istiadat
            Pada kasus kematian ibu akibat perdarahan faktor budaya yang berpengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu adalah kecenderungan bagi ibu di perdesaan dan keluarga miskin untuk melahirkan dengan bantuan dukun beranak, bukan dengan bantuan petugas medis yang telah disediakan. Ada pula tradisi suku tertentu yang mengharuskan ibu nifas ditempatkan dalam suatu tempat yang dapat dikatakan kurang higienis
            Masalah tingginya angka kematian ibu dan bayi dapat ditanggulangi dengan berbagai cara yaitu:
1.      Menggalakkan kampanye KB
            Dengan mengkampanyekan KB dan "Dua Anak Cukup", maka kesehatan ibu hamil dan melahirkan akan menjadi lebih baik sehingga bisa meminimalisasi faktor "empat terlalu" yang menjadi penyebab terbanyak AKI dan AKB.
2.      Penyuluhan
            Penyuluhan ini dilakukan oleh institusi kesehatan dengan cara sms gateway dan MPS Online. Dengan adanya upaya penyuluhan ini diharapkan kesadaran ibu hamil akan kesehatan dan keselamatan dirinya dan bayinya dapat ditingkatkan.
3.      Perbaikan layanan kesehatan dan infrastruktur
            Perbaikan layanan kesehatan ini berkaitan dengan pengadaan peralatan medis yang memadai serta lebih diutamakan kepada administrasi layanan kesehatan itu sendiri. Perbaikan ini bertujuan agar masyarakat mau memeriksakan kesehatan pada layanan kesehatan yang ada tanpa terbelit dengan proses administrasi yang lama dan panjang serta peralatan medis lain yang kurang memadai.
            Perbaikan infrastruktur yang akan menunjang akses kepada pelayanan kesehatan seperti transportasi, ketersediaan listrik, ketersediaan air bersih dan sanitasi, serta pendidikan dan pemberdayaan masyarakat utamanya terkait kesehatan ibu dan anak yang menjadi tanggung jawab sektor lain memiliki peran sangat besar untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
4.      Meningkatkan Jumlah Tenaga Medis
            Meningkatkan jumlah tenaga medis di sini diutamakan pada desa-desa terpencil yang aksesnya sulit menuju tempat pemeriksaan kesehatan dan sebagainya. Adanya bidan masuk desa merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jumlah tenaga medis di daerah terpencil.







BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Angka Kematian Ibu dan Angka kematian Bayi merupakan indikator derajat kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah dilihat dari tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka kematian Bayi, begitu pula halnya seperti di provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Sidoarjo walaupun setiap tahun mengalami penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka kematian Bayi tetapi masih tergolong tinggi.
            Penyebab-penyebab masih tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka kematian Bayi terjadi karena beberapa faktor, seperti faktor langsung (penyakit yang di derita oleh Ibu dan Bayi) dan faktor tidak langsung (Pendidikan, Lingkungan, Fasilitas Kesehatan dan lain sebagainya).
            Tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka kematian Bayi dapat diturunkan dengan mengatasi faktor-faktor penyebab tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka kematian Bayi dan yang berperan dalam hal ini adalah Masyarakat, Tenaga Medis dan Pemerintah.












DAFTAR PUSTAKA

Indawati R, Wandira AK. 2012. Faktor Penyebab Kematian Bayi Di Kabupaten    Sidoarjo. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Volume 1 Nomor 1.   Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UNAIR. Fakultas             Kesehatan Masyarakat Iniversitas Airlangga. Surabaya
Dwi Sarwani SR dan Nurlaela.S. Analisis Faktor Risiko Kematian Ibu (Studi Kasus          di Kabupaten Banyumas). Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas        Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan. Universitas Jenderal Soedirman.
Helmizar.2014. Evaluasi Kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal) Dalam Penurunan       Angka Kematian Ibu Dan Bayi Di Indonesia. Jurnal Kesehatan             Masyarakat. Jurusan   Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat             Universitas Andalas, Indonesia
Mariati, Agus, Sulin, Masrul, Amri, Arasy, Muslim, Hanum, Mohanis & Arma. 2011.         Studi   Kematian Ibu dan Kematian Bayi di Provinsi Sumatera Barat: Faktor    Determinan dan Masalahnya. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional          Vol. 5, No. 6. Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian          Kesehatan Padang dan Fakultas  Kedokteran Universitas Andalas
R. Haryono Roeshadi.2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Ibu        Pada    Penderita Preeklamsia dan Eklampsia.Universitas Sumatera Utara.       Medan

Departemen Kesehatan. 2012. Pusat Data dan Informasi. Departemen Kesehatan RI,        Jakarta.